"Mas?"
"Hm?" Balasnya tanpa melirik kearahku.
Menghela nafas menahan kesabaran aku menoleh ke arahnya "Aku boleh manggil kamu mas kan?" Ujarku menjumput ujung baju yang ia kenakan.
"Hm?" Jawabnya masih terlihat enggan menatap wajahku.
"Beneran aku nanya sama kamu"
Setelah beberapa detik hampir terlewati, dia juga tidak menolehkan sedikitpun kepalanya kearahku.
Merasakan tidak ada balasan lagi dari diriku, dia dengan perlahan meletakan handphone yang sejak tadi telah menyita perhatiannya selama beberapa detik berlalu.
"Kenapa emangnya kamu nanya kaya gitu?"
Masih dengan menunjukan muka cemberut bete, aku melirik sekilas ke arahnya. Dia sekarang sudah memusatkan perhatiannya padaku. Sepenuhnya memusatkan perhatiannya.
"Hey?" Ujarnya sambil mengusap lembut rambut panjang sebahuku." Iya deh sorry maafin aku. Aku ngga bermaksud cuekin kamu. Kamu kenapa nanya kaya gitu ke aku? Hm."
"Awas ya kamu cuekin aku lagi" semburku tak terima melihat dia yang hanya cengengesan atas apa yang telah di perbuatnya.
Menganggukan kepala ia mengulurkan telapak tangannya padaku. Menghilangkan rasa kesal aku pun menerima uluran tangannya.
Dia mengusapkan ibu jarinya dengan perlahan, "kamu ngga lagi ada masalahkan? Kenapa tiba tiba pengen manggil aku pake 'Mas'?"
Aku yang mendapat perlakuan seperti itu darinya seketika itupun meleleh bagaikan keju mozarella. Gimana ngga meleleh abis ngambek malah disuguhin dengan senyuman manisnya yang bikin para perempuan diluaran sana ngga bisa berpaling dari muka sialan gantengnya. Apa salah hambamu ini ya tuhan, dihadapkan oleh lelaki titisan lucifer seperti dia.
Aku menarik nafas, menormalkan detakan jantung yang tak karuan di dalam sana. "Aku mau aja kaya yang lain gitu. Kamu kan lebih tua dari aku, ngga enak aja di dengernya manggil pake 'nama' padahal kan kita beda 5 tahun."
Dia terdiam beberapa saat. Meneliti kearah wajah ku. Tanpa berkedip dengan masih memamerkan senyuman manisnya itu. Dasar mata sipit! Bisa aja bikin orang klepek klepel. Ckck
"Mas, kenapa si?"
Aku berusaha menutupi ke canggungan yang di sebabkan oleh keterdiamannya. Tidak ada respon setelah pengakuan yang ku buat tadi. Dia diam, masih melihat ke arah wajahku. Membuat aku tak kuasa menatap lurus kearah gurat wajahnya. Membuang pandangan kemanapun asalkan tidak menoleh pada wajah super manisnya.
Membulatkan kedua bola mataku. Dengan perlahan jemari panjangnya beralih menangkup kepalaku agar berhadapan dengan kedua mata sipitnya.
Menormalkan degupan jantung. Berperang dengan akal sehatku, seketika aku langsung blank dihadapkan dengan mata sipit indahnya. Tidak memerdulikan seberapa merahnya muka ku saat ini. Menghidu aroma maskulin yang keluar dari tubuh tegapnya. Menjadikan candu tersendiri bagiku.
"Aku suka kalau kamu lagi nurut kaya gini. Diem seperti ini. Kamu tambah cantik. Aku juga suka sama tahi lalat yang tersemat di dekat bibirmu itu. Suka dengan semua yang ada pada dirimu."
Dia berhenti sejenak. Meneliti wajahku untuk yang ke sekian kalinya.
"Aku sayang sama kamu asal kamu tau, mau kamu manggil aku apa aja tetep rasa sayang ku ke kamu sama. Tapi saat kamu mulai belajar dewasa seperti ini aku jadi teringat, aku mungkin saja bukanlah pria yang kamu idam - idamkan. Tapi aku mungkin bisa menjadi pria yang kamu butuhkan di masa depan nanti, bukan karena ada apanya tapi apa adanya."
Aku terdiam tanpa kata-kata setelah mendengar semua perkataan yang telah keluar dari bibir sialan seksinya. Merasa terharu. Mas sipit, pria yang ada di hadapanku. Yang awalnya terkesan cuek padaku tapi kini dengan manisnya dia tersenyum di hadapanku. Untuk yang ke sekian ratus kalinya.
"Aku juga sayang sama kamu, Mas"
"Aku suka kamu panggil aku mas gini. Tambah imut jadinya."
Aw. Tolong aku. Kayanya sekarang kadar diabetes ku naik deh. Jadi kambuh gara - gara senyum semanis gula batunya.
Ini cowo aku, aku yang punya. Mana cowok kamu? Mau dapet yang kaya gini juga? Berdoa sana dan jangan lupa berbakti pada kedua orang tua. Hahaha
0 komentar:
Posting Komentar